(Pendekatan Hukum Pidana, Hukum Administrasi Negara dan Pidana Khusus Korupsi)
Penulis:
SUHENDAR, SH., MH.(Dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang-Tangerang Selatan)
Cover Buku Konsep Kerugian Keuangan Negara |
Buku ini secara umum memuat ulasan teoritik hukum pidana dan hukum administrasi Negara, serta kemudian mengkonstruksi konsep kerugian keuangan Negara dalam konteks tindak pidana korupsi: kerugian keuangan Negara, yang merupakan salah satu kelompok tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2, 3 dan 4 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Buku sebanyak 266 halaman ini merupakan rekonstruksi ulang hasil penelitian tesis penulis dengan judul asli: Fungsi Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Kerugian Keuangan Negara, yang merupakan potret kegelisahan penulis terhadap prilaku korupsi penyelengara/pejabat Negara yang terus berlangsung, baik pada pemerintah pusat maupun daerah—yang tentu saja berdampak pada gagalnya pencapaian tujuan nasional dalam konteks mensejahterakan masyarakat. Hal ini akibat disorientasi dan penyalahgunaan sumberdaya: keuangan Negara, sehingga hak sosial ekonomi dan budaya masyarakat terampas secara otomatis.
Gegap gempita pemberantasan korupsi terus dilakukan, namun kenyataannya tidak memberikan hasil yang signifkan, korupsi terus berlangsung baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Itu sebabnya, men-design arah dan pola pemberantasan korupsi merupakan keniscayaan. Pemberantasan korupsi berarti pencegahan dan penindakan, namun sehubungan fakta koruptif di Indonesia maka orientasi pemberantasan korupsi harus dimaknai melalui penindakan, sebab korupsi adalah kejahatan rasional dan kalkulasi, oleh karenanya kecenderungan untuk melakukan korupsi ini akan semakin tinggi bila hasilnya besar, resiko rendah dan sanksi ringan.
Korupsi dan keuangan Negara berada dalam disiplin ilmu yang berbeda. Korupsi sebagai tindak pidana berpijak pada doktrin hukum pidana, sementara keuangan Negara—dalam hal ini pengelolaan dan tanggungjawabnya, berpijak pada doktrin hukum administrasi Negara yang sudah pasti diantara keduanya terdapat prinsip-prinsip yang berbeda, meski kemudian keduanya terintegrasi dalam tindak pidana korupsi: kerugian keuangan Negara, sebagai salah satu kelompok tindak pidana korupsi berdasarkan UU 31/1999 jo. 20/2001. Oleh karenanya pemberantasan korupsi—dalam konteks law enforcement, harus menggunakan sarana yang ada secara maksimal dan tidak bisa hanya menitikberatkan kepada lembaga/aparat penegak hukum saja, melainkan juga diperlukan lembaga Negara lain yang relevan, terutama terkait administrasi Negara dan kerugian keuangan negara.
Secara teoritik, BPK dalam fungsi dan kelembagaannya adalah: memeriksa, menilai dan/atau menetapkan kerugian negara yang dilakukan oleh pejabat Negara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga/badan lain yang mengelola keuangan Negara, yang kemudian menuangkan dalam LHP berdasarkan tujuan pemeriksaannya. Selain itu, juga karena BPK memiliki kewenangan dalam menentukan kerugian keuangan Negara sebagaimana ditegaskan pada Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan: BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan Negara.
Hasil pemeriksaan berdasarkan uraian tersebut, kemudian dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP): LHP atas laporan keuangan merupakan laporan utama dalam pemeriksaan keuangan, selain itu Pemeriksaan Keuangan menerbitkan juga (1) Laporan Hasil Pemeriksaan Sistem Pengendalian Internal dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan, dan (2) Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan. Ketiga laporan peeriksa yang dihasilkan dari pemeriksaan keuangan disajikan dalam buku yang terpisah dan memuat suatu paragraf yang saling merujuk antarlaporan kecuali dinyatakan lain.
Laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas sistem pengendalian intern (SPI) dan LHP atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut, merupakan bagian dari laporan keuangan yaitu: standar pelaporan tambahan sebagaimana diatur pada lampiran IV (Standar Pemeriksaan Pernyataan Nomor 03, Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan) Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.
Selanjutnya dalam LHP atas sistem pengendalian intern (SPI) dan LHP atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, mewajibkan pengungkapan temuan dengan sistematika secara terang dan jelas berdasarkan paragraf 16, 22 dan 25 lampiran IV (Standar Pemeriksaan Pernyataan Nomor 03, Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan) Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, yaitu harus mengembangkan kondisi, kriteria, akibat dan sebab.
Pengungkapan tersebut merupakan standar menyajikan temuan, umumnya menggunakan frasa:
1. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan … (dengan penyebutan peraturan perundang-undangan terkait)
2. Kondisi tersebut mengakibatkan (dengan penyebutan keadaan menurut BPK)
3. Kondisi tersebut disebabkan … (dengan menyebutkan penyebab keadaan dan tanggungjawab pejabat)
4. Tanggapan atas kondisi tersebut … (pernyataan pejabat yang bertanggungjawab).
Oleh karenanya, maka keberadaan LHP BPK berperan sangat strategis, membantu—bahkan dapat disebut sangat menentukan proses penegakan hukum (law enforcement)—dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi: kerugian keuangan negara. Paling tidak, secara formal keberadaannya adalah sebagai bagian dari sistem keuangan Negara itu sendiri, sehingga memotret semua pengguna anggaran Negara, baik pada pemerintah pusat, maupun daerah. Dan secara substansial, keberadaannya tentu saja sangat memudahkan proses penyelidikan dan penyidikan, untuk kemudian digunakan sebagai alat bukti karena telah ada pengungkapan tentang adanya perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara.
Namun pada kenyataannya tidak demikian, sebagian besar—termasuk aparat penegak hukum, justru berpendapat bahwa temuan kerugian keuangan Negara tersebut berada dalam wilayah administrasi Negara dan/atau bersifat administratif, sehingga pejabat yang diperiksa cukup melaksanakan rekomendasi dan/atau mengembalikan temuan kerugian keuangan tersebut, maka selesailah sebatas dan terbatas itu kewajibannya, serta tidak ada aspek hukum pidana dan pertanggung jawaban pidana terkait temuan pada LHP BPK tersebut.
Hal ini disebabkan banyak faktor, termasuk satu diantaranya adalah sehubungan keberadaan Surat Edaran Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (KEMENPAN) No: SE/07/M.PAN/8/2007 tertanggal 9 Agustus 2007 tentang Penanganan Hasil Pemeriksaan BPK RI Yang Dipublikasikan Melalui Website: http://www.bpk.go.id. Terutama pada bagian IV, terdapat kalimat: kepada aparat penegak hukum, tidak serta merta menjadikan temuan BPK yang dimuat pada web-site BPK sebagai bahan penyidikan/upaya paksa sampai batas waktu penyelesaian temuan (60 hari setelah hasil pemeriksaan diterima) sesuai Pasal 20 ayat (3) UU 15/2004 kecuali terdapat bukti lain yang cukup.
Tentu saja hal ini—paling tidak menurut penulis—adalah sebuah kekeliruan, serta tidak relevan dengan ajaran hukum pidana yang mengkualifikasi setiap perbuatan yang dilakukan serta memenuhi rumusan hukum pidana disebut sebagai criminal act, yang akan selalu menuntut adanya responsibility berupa pengenaan sanksi pidana sepanjang memenuhi syarat untuk dapat dipertanggungjawabkan: pertanggungjawaban pidana dipandang ada, kecuali ada alasan-alasan penghapus pidana. Serta ajaran hukum administrasi Negara itu sendiri, sebagaimana menurut S. Pradjudi Atmosudirdjo bahwa: kepolisian dapat menimbulkan penuntutan-penuntutan pidana karena ambtsovertredingen atau ambtsmisdrijven, serta menempatkan unsur Kepolisian sebagai security control dalam konstruksi (begripsvorming) hukum administrasi Negara, bersamaan dengan unsur-unsur lainnya. Apalagi bila dikaitkan dalam konteks ke-kinian, dimana administrasi Negara sudah terjangkit prilaku koruptif serta tindak pidana korupsi sebagai sebuah kejahatan dengan predikat extra ordinary crimes.
Dengan demikian secara umum, dapat dikatakan bahwa implementasi teoritik ajaran hukum pidana dan hukum adminsitrasi Negara terjebak dalam doktrinnya masing-masing. Oleh karenanya penulis menyajikannya dalam pendekatan integratif: hukum pidana dan hukum adminsitrasi negara, agar mendapatkan kerangka utuh tentang titik singgung dan pertautan diantara keduanya serta dihubungkan dengan kerugian keuangan negara.
Gagasan original dari buku ini adalah terdapat pada sub bab Reposisi LHP BPK Dalam Konteks Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Kerugian Keuangan Negara, yang terdapat pada Bab V. Pada bagian ini—setelah mengkonstruksikan secara teoritik pendekatan integratif: hukum pidana dan hukum administrasi Negara, penulis menegaskan bahwa:
1. LHP BPK dalam pendekatan Hukum Pidana, khususnya Tindak Pidana Korupsi Kerugian Keuangan Negara merupakan:
a. Output mekanisme hukum administrasi negara dalam menentukan kerugian keuangan Negara.
b. Sarana administratif pemisah tanggung jawab jabatan dan tanggung jawab pribadi
c. Sebagai alat bukti surat
d. Sebagai dasar penyidikan aparat penegak hukum
2. LHP BPK dalam pendekatan Hukum Adminstrasi Negara merupakan:
a. Bagian Dari Hukum Administrasi Negara
b. LHP BPK Merupakan Fakta Administratif
Selain itu, penulis juga memotret ketidak konsistenan BPK dalam menyebut kerugian keuangan Negara/daerah yang terjadi, seringkali disebutkan dengan menggunakan kalimat: berpotensi merugikan keuangan Negara/daerah, indikasi kerugian keuangan Negara/daerah atau kerugian keuangan Negara/daerah. Keragaman penggunaan kalimat tersebut menunjukan bahwa BPK tidak memahami secara utuh konsepsi teoritik wewenang dalam hukum administrasi Negara serta wewenangnya dalam pemeriksaan keuangan Negara itu sendiri. Lebih dari itu, tentu saja sangat berimplikasi hukum dalam kaitan penegakan hukum: pemberantasan korupsi.
Gagasan original penulis kemudian diparipurnakan pada bagian akhir dengan Analisis Berkas Perkara Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 52/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST, dimana pada perkara ini penyelenggaran Negara yang telah mengembalikan kerugian keuangan Negara, tetap dituntut dimuka pengadilan dan divonis bersalah serta dijatuhi pidana penjara. Adapun pendapat majelis hakim—yang tentu saja menjadi yurisprudensi—adalah: “Terhadap pengembalian kerugian keuangan Negara ke kas Negara yang dalam perkara ini dilakukan setelah adanya temuan dalam audit yang dilakukan BPK … pengembalian tersebut, sesuai Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 pada pokoknya bahwa dengan dikembalikannya kerugian keuangan Negara tersebut tidak menghapuskan pidananya pelaku tindak pidana”.
Adapun secara umum (dalam daftar isi), buku ini mengulas:
BAB I
|
URGENSI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI: KERUGIAN KEUANGAN NEGARA
|
A. Latar Belakang
B. Kerangka Teoritik: Tindak Pidana, Korupsi dan Kerugian Keuangan Negara
| |
BAB II
|
PERBUATAN/TINDAKAN DALAM DIMENSI HUKUM PIDANA DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
|
A. PERBUATAN/TINDAKAN DALAM HUKUM PIDANA
1. Tindak Pidana dan Unsur-Unsurnya
2. Penyidikan Tindak Pidana
a. Penyidikan Dalam Sistem Peradilan Pidana
b. Bekerjanya Sub Sistem Penyidikan
1) Penyelidikan
2) Penyidikan
3) Penetapan Tersangka dan Tindakan Penangkapan
4) Tindakan Penahanan
5) Pemeriksaan Tersangka
3. Penuntutan Tindak Pidana
B. PERBUATAN/TINDAKAN DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
1. Hukum Administrasi Negara .
2. Kedudukan Pemerintah dan Pemerintahan
3. Jabatan Pemerintah
4. Tindakan Pemerintah
5. Sumber dan Cara Memperoleh Wewenang Pemerintahan
6. Tugas Pemerintah Dalam Negara Hukum Modern
7. Freies Ermessen/Discretionary Power Pemerintah
| |
BAB III
|
TANGGUNG JAWAB JABATAN DAN TANGGUNG JAWAB PRIBADI DALAM DIMENSI HUKUM PIDANA DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
|
A. TANGGUNG JAWAB JABATAN DAN TANGGUNG JAWAB PRIBADI DALAM HUKUM PIDANA
1. Menjalankan Perintah Undang-Undang (Wettelijk Voorschrift)
2. Melaksankan Perintah Jabatan (Ambtelijk Bevel)
3. Melaksankan Perintah Jabatan yang Tidak Sah Dengan Itikad Baik
B. TANGGUNG JAWAB JABATAN DAN TANGGUNG JAWAB PRIBADI DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
1. Penyalahgunaan Wewenang (abuse of power/detournament de pouvoir)
2. Sewenang-wenang (willekeur)
3. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (algemene beginselen van behookrijk bestuur)
4. Maladministrasi
| |
BAB IV
|
KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM DIMENSI HUKUM PIDANA DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA .
|
A. KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM HUKUM PIDANA
1. Delik Formal (formeel delict) Sehubungan Perumusannya Pada Kata “Dapat”
2. Delik Formil (formeel delict) Sehubungan Keberadaan Norma Pasal 4
3. Mekanisme Penyelesaian: Berorientasi Pada Pemulihan
4. Beberapa Problematikanya
a. Bestanddelen Delict Verus Formeel Delict
b. Kompetensi Kewenangan Lembaga: Menghitung Kerugian Keuangan Negara
B. KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
1. Pengertian Kerugian Keuangan Negara
2. Lembaga Atributif: Menghitung Kerugian Keuangan Negara
3. Mekanisme Penyelesaian: Berorientasi Pada Pemulihan
4. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Sebagai Output Pemeriksaan BPK
a. Kewajiban Imperatif Yuridis
b. Validitas Pemeriksaan dan LHP BPK
c. Jenis Pemeriksaan LHP BPK
d. Klasifikasi Berdasarkan Objek Pemeriksaan dan Pelaporan
e. Peran dan Fungsi LHP BPK
| |
BAB V
|
PENDEKATAN INTEGRATIF PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI: KERUGIAN KEUANGAN NEGARA
|
A. PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
1. Diatur Dalam Hukum Pidana Formil Khusus
2. Penyidikan dan Penuntutan Oleh Beberapa Lembaga Penegak Hukum
3. Gagasan Penguatan: Peyimpangan Penyidikan, Tuntutan Penuntut Umum Tidak Dapat Diterima
B. REPOSISI LHP BPK DALAM KONTEKS PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI: KERUGIAN KEUANGAN NEGARA
1. LHP BPK Dalam Dimensi Hukum Pidana Dan Hukum Administrasi Negara
a. LHP BPK Dalam Hukum Pidana Tindak Pidana Korupsi: Kerugian Keuangan Negara
e. LHP BPK: Output Hukum Administrasi Negara Dalam Menentukan Kerugian Keuangan Negara
f. LHP BPK: Sarana Administratif Pemisah Tanggung Jawab Jabatan dan Tanggung Jawab Pribadi
g. LHP BPK Merupakan Alat Bukti Surat
h. LHP BPK Sebagai Dasar Penyidikan Aparat Penegak Hukum
b. LHP BPK Dalam Hukum Adminstrasi Negara
1) LHP BPK: Bagian Dari Hukum Administrasi Negara
2) LHP BPK Merupakan Fakta Administratif
3) LHP BPK: Cermin Pelaksanaan Prinsip Akuntabilitas
C. ANALISIS BERKAS PERKARA PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT NOMOR: 52/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST.
1. Kasus Posisi
2. Penyidikan
3. Penuntutan
4. Putusan
5. Simpulan Fungsi LHP BPK Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Pada Berkas Perkara Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 52/Pid.Sus/TPK/2013/PN.Jkt.Pst.
|
Untuk pemesanan buku, dapat menghubungi:
1. Jupry Nugroho: Phone 0857 8029 0518 - Pin 24E60F48
2. Penerbit: Intrans Publishing – Setara Press
Jl. Joyosuko Metro No. 42 Merjosari Malang. Telp: (0341) 341 573650 - (0341) 341 7079957, Fax: (0341) 341 588010. Email: intrans_malang@yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar