Kebutuhan pokok
Energi adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat kedua setelah
makanan, keberdaannya pun erat sekali
kaitannya dengan keberlangsungan hidup masyarakat, baik masyarakat kalangan
bawah, menengah hingga tokoh elit. Munafik rasanya jika semua tidak saling
keterkaitan satu sama lainnya, bagaikan kancing dan baju yang tak bisa
dipisahkan. Bukan cerita tapi realita, masyarakat Kota Tangerang Selatan pada
khususnya mengeluh terhadap kenaikan harga BBM yang kini melonjak. Semua
lapisan masyarakat mulai mengeluh mulai dari ibu rumah tangga, pedagang kaki lima, sopir
angkot, sampai para penjual sayur di
pasar pun ikut mengeluh akibat harga angkut naik, sehingga pembeli menjadi sepi
dari pada sebelumnya, setiap orang yang akan bepergian hendaknya mengurungkan
dulu niatnya jika memang uangnya lebih
prioritas buat makan dari pada bepergian, para pelajar memilih berjalan
kaki dari pada naik angkut karena
biaya angot lebih mahal dari pada
jajan mereka, seperti yang di ungkapkan Astiawati (41). seorang Ibu Rumah
Tangga kepada anaknya, “BBM naik, sekarang jalan kaki ajah ke sekolah, gak usah
naik angkot” ujar Astiawati.
Layaknya makanan pokok masyarakat, energi akan mengalami pasang
surut layaknya air laut jika tidak diminimalisir sesuai kebutuhan, meminimalisir
energi bukan berari tidak menggunakan sama sekali, melainkan menggunakan sesuai
kebutuhan.
Melestarikan energi
Sebaiknya keberadaan energi
harus dimanfaatkan dan disesuaikan dengan kebutuhan mulai dari dalam bumi, jangan sampai musnah dari bumi
pertiwi yang kaya ini. Semakin banyaknya kendaraan yang dimiliki hampir seluruh
lapisan masyarakat memiliki kendaraan bermotor, membuat energi bumi terkuras
habis Kebijakan pemerintah menaikan harga BBM rupanya berimbas terhadap daya
beli masarakat, “Kebutuhan pokok menjadi naik, dari harga beras kisaran 6500 s/d
7000 kini naik menjadi 8000, ini karena BBM naik,” ungkap Wali, pemilik warung yang berjualan bahan pokok. Masyarakat
terus mengeluh seiring melonjaknya harga kebutuhan pangan. Seperti harga daging
sapi di pasar Rebo Jakarta Timur kisaran 195.000/kg. di tambah lagi harga
kedelai, makanan pokok masyarakat menengah ke bawah ini kini melonjak melebihi
batasan, kekuatan ekonomi bangsa kian melemah seiring dengan melemahnya
moralitas bangsa, baik diranah pendidikan, sosial, agama dan budaya.
Meroketnya kebutuhan pangan tidak bisa dibiarkan begitu saja, harus
ada tindakan khusus dari pemerintah. Salah satu upaya yang di lakukan
pemerintah yaitu menaikan harga BBM, kini berimbas terhadap kebutuhan pokok
utama masyarakat, seharusnya pemerintah melihat kemungkinan-kemungkinan dari
kebijakan yang akan di lakukan, pemerintah juga harus memiliki solusi dan
strategi yang lebih relefan di samping menaikan harga BBM, misalnya mengurangi
kendaraan yang di miliki oleh lapisan masyarakat, mulai dari tokoh elit,
pejabat, pengusaha, hingga masyarakat umum, dengan demikian energi bumi pun akan
lebih hemat. Sehingga keberadaan energi
akan terus bersinergi.
Masalah ekonomi
Dewasa ini ekonomi lebih banyak menyoroti bagaimana memaksimalkan
sumber daya yang terbatas. Dalam praktek, keduanya sering bertolak belakang.
Dan pada umumnya, kebijakan pemerintah tidak bisa mengakomodasi keduanya secara
bersamaan. Bagi kalangan pro-demokrasi, terlalu sering muncul kritikan,
kebijakan pemerintah khususnya di bidang ekonomi tidak memperhatikan rakyat
kecil. Misalnya ketika pencabutan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), pupuk, dsb.
Demikian juga dengan akses usaha kecil yang minim, sementara usaha besar
memperoleh akses di berbagai bidang ( ijin usaha, modal dsb ).
Ketidakmampuan pemerintah untuk menggabungkan pemberian akses bagi
semua pihak secara demokratis dan mempertahankan kinerja muncul juga pada skala
mikro. Misalnya isu mengenai privasi BUMN, penjualan bank-bank kepada pihak
asing, pemberian konsesi secara berlebihan pada kontrak karya perusahaan minyak
dan tambang asing dsb. Jika ingin disederhanakan, salah satu persoalan paling
serius yang dihadapi oleh kebijakan ekonomi pemerintah adalah terlalu
berorientasi pada kinerja dan hasil, tetapi bukan pada pemerataan dan pelibatan
semakin banyak pihak.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman di banyak Negara, pertumbuhan
ekonomi yang tinggi terjadi dalam sebuah sistem pemerintahan yang otoriter.
Pada zaman orde baru, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 7 %.
Sementara sekarang, ketika memasuki masa reformasi yang mulai mengedepankan
demokrasi, tingkat pertumbuhan rata-rata hanya 5 %. jadi jika memang ekonomi
orientasinya hanyalah bertujuan untuk memaksimalkan kinerja dan hasil, maka
masalah demokrasi sama sekali tidak penting. Pengalaman serupa dialami oleh
China, Malaysia, Singapura, dan Rusia. Pertumbuhan otoriter mampu memaksimalkan
pertumbuhan ekonomi.
Namun, dalam jangka panjang, tampaknya fase pertumbuhan tinggi
dengan pemerintahan otoriter tidak bisa lagi dipertahankan. Oleh karena itu,
diperlukan satu pendekatan yang lebih
menyeluruh, melihat perekonomian dalam keseluruhan sistem sosial.
Pertautan masalah ekonomi dan
demokrasi menjadi perhatian banyak pihak. Dalam tradisi ilmu ekonomi, peranan
demokrasi seringkali dipahami sebagai faktor kelembagaan yang mempengaruhi
kinerja ekonomi.
Dalam sejarah penerimaan hadiah Nobel Ekonomi, tokoh-tokoh yang
dianggap memiliki garis pemikiran yang serumpun adalah Ronald H. Coase yang
menerima Nobel ekonomi tahun 1991 serta Oliver E. Wiliamson ( penerima No bel
Ekonomi 2009 ). Sumbangan penting pemikiran Wiliamson adalah mengenai
realisasi antara pasar dan hirarki.
Sistem pasar bukanlah satu-satunya cara untuk memecahkan masalah, tetapi tata
kelola organisasi dalam sebuah sistem birokrasi juga menjadi bagian dari cara mengelola sumber daya ekonomi agar
bisa mencapai manfaat yang maksimal.
Dari pandangan mereka, sebuah pembangunan ekonomi pada dasarnya juga
harus menyentuh pembangunan kelembagaan diluar mekanisme harga, keuntungan dan
efisiensi. Pranata, nilai, norma, kebudayaan sangat mempengaruhi kualitas
perekonomian. Secara lebih sempit demokrasi akan menentukan seberapa
berkualitas perekonomiaan itu bekerja. Tanpa ada demokrasi, pertumbuhan ekonomi
yang mungkin saja bisa tinggi, akan menimbulkan beberapa persoalan seperti
ketimpangan, antara kelompok kaya miskin, sektor ekonomi dan antar daerah. Ada daerah yang kaya dan ada daerah
yang miskin.
Diskusi mengenai kaitan antara demokrasi dan ekonomi pernah ramai
menanggapi pidato pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Boediono pada 24 Februari
2007 ( saat ini Wakil Presiden RI ). Dalam pidatonya, Prof. Boediono mengkaitkan antara kinerja ekonomi dengan
kineja demokrasi Indonesia.
Yang menarik adalah kinerja ekonomi kita justru lebih buruk daripada
ketika masih menganut sistem otoriter pada masa Orde Baru ( 1966-1997 ).,
Prof. Boediono mengutip ulasan seorang kolomnis Majalah terkemuka
Business Week, Fared Zakaria ( 2003 ) yang menunjukkan sebuah studi empiris (
berdasarkan data lapangan ) antara tahun 1950-1990. Studi tersebut menunjukkan
sebuah studi empiris ( berdasarkan data lapangan ) antara tahun 1950-1990. Studi
tersebut menunjukkan bahwa sistem demokrasi akan berjalan dengan baik, apabila
tingkat pendapatan perkapita penduduknya sudah mencapai AS$6.600 dengan
memperhitungkan perbedaan kemampuan berbelanja ( paritas daya beli ).
Stabilnya ekonomi Bangsa
Stabilnya Bahan Bakar Minyak ( BBM ), dan bahan pokok masyarakat
seperti beras, tepung terigu, telor, minyak dan sebagainya, merupakan salah
satu pemicu utama stabilnya ekonomi bangsa. Stabilnya ekonomi mengurangi
tingkat pengangguran, kejahatan, dan putusnya sekolah bagi anak yang kurang
mampu. Peran Negara sangat penting mengingat satu sama lainnya saling
keterkaitan, ketidak stabilan ekonomi menjadi bukti absennya Negara dan
telatnya mengambil kebijakan secara tegas dan komitmen. Negara seharusnya tidak
lagi mengimpor bahan pangan dari Negara lain, karena ini menambah kelucuan
dalam roda perekonomiaan Bangsa. Sebagian besar penduduk yang tinggal di pedesaan itu bermata pencaharian
sebagai petani, demikian halnya yang tinggal dipesisir pantai bekerja sebagai
nelayan ( pencari ikan di laut ), ini bukti konkrit bahwa kekayaan ekonomi
Indonesia begitu besar, hanya saja bagaimana cara mengolahnya agar hasil dari
panen itu bisa dikonsumsi bahkan diperjualbelikan kepada bangsa sendiri. Garam
yang dihasilkan dari laut juga tidak sedikit, karena Indonesia terdiri dari
kepulauan bahkan lebih luas lautan dari pada daratan, sehingga pantas sampai
saat ini Indonesia disebut dengan Negara kepulauan, bahkan aneh rasanya jika
ada impor garam dari Negara lain.
Kebijakan pemerintah yang tegas dan tepat sasaran adalah upaya
menjawab permasalahan energi agar bisa bersinergi guna menstabilkan
perekonomiaan Bangsa, dengan harapan tidak terjadi lagi jatuh bangun, sehingga
neraca perekonomiaan bangsa terus stabil .
oleh: Nurjamilah Supiatin
0 komentar:
Posting Komentar