• Latest News

    Kamis, 31 Mei 2018

    PANCASILA DALAM PANDANGAN KEISLAMAN

     Oleh : Septian Haditama 
    (Mahasiswa Unpam & Pemuda Muhammadiyah Depok)
     
    "Dinamika intelektual dapat diukur dari ada atau tidaknya perdebatan keesejarahan, sebab perdebatan kesejarahan sebenarnya tidak lain dari pada pantulan dari usaha untuk sekali-kali melihat dan memahami diri kembali"

    Penulis sadar perdebatan soal pancasila dalam hal ini tidak penting untuk dilanjutkan kembali kepada generasi yang hidup saat ini tetapi dalam konteks pembahasan ideologi suatu negara dewasa ini selalu menuai polemik atas suatu penafsiran tentang hakekat dasar tentang arti yang sebenarnya dari PANCASILA, banyak intepretasi yang di hasilkan dari proses refleksi suatu pemikiran yang akhirnya mempengaruhi suatu pandangan hidup seseorang yang tak terlepas dari keberpihakan suatu faham (tendensi ideologi) yang di anutnya dan pada akhirnya menjadi pedoman dan pegangan bagi seorang untuk melangkah dan bertindak.

    Sejak awal pembentukan negara kesatuan republik indonesia konflik pertentangan ideologi sudah tampak jelas jika kita baca sejarah pergerakan nasional perjuangan merebut kemerdekaan indonesia dan upaya untuk mempertahankan kemerdekaan, konflik pertentangan perbedaan pendapat tentang landasan suatu weltanschauung (pandangan hidup) Suatu negara di wakili dari setiap kelompok organisasi kepentingan masyarakat dan partai politik yang menggunakan macam-macam ideologi seperti halnya yang sangat tampak pada saat pelaksanaan sidang badan persiapan usaha kemerdekaan republik indonesia (BPUPKI) dimana perbedaan pendapat tentang pembentukan awal negara selalu di pertentangkan dari kelolompok nasionalis dan agamis (baca: risalah sidang bpupki).

    Setelah bangsa indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada agustus 1945, perdebatan tentang bentuk dan dasar negara indonesia masih senantiasa berlangsung seperti perdebatan dalam sidang BPUPKI dan PPKI (28 mei 1945 - 22 agustus 1945) antara kelompok nasionalis islam dan nasionalis sekuler, perdebatan ini semakin meruncing setelah tanggal 18 agustus 1945 panitia persiapan kemerdekaan indonesia (PPKI) menghapus tujuh kata dalam piagam jakarta menjadi ketuhanan yang maha esa dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya.

    Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti bahwa meskipun indonesia bukan negara agama, tetapi agama merupakan nilai luhur yang dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan negara. Penduduk yang beragama tentu memiliki ajaran luhur yang menjadikan pemeluknya selalu berada dalam kebaikan dan kebenaran selama mengikuti ajaran agamanya. Indonesia bukanlah negara sekuler yang tidak mengakui agama dalam pemerintahannya, dan bukan negara agama yang menjadikan agama mayoritas sebagai agama negara. Melainkan, sebagai negara berketuhanan Yang Maha Esa yang mengakui agama sebagai spirit dalam penyelenggaraan negara.

    Ali Syahbana dalam tulisannya mengatakan bahwa ketika kita melihat sejarah, Pancasila tidak hanya dirumuskan oleh tokoh nasional saja. Ada tokoh ulama yang ikut serta dalam proses penyusunan dasar negara tersebut, seperti KH. Wahid Hasyim, H. Agus salim, M. Yamin, kahar muzakar dan banyak dari kalangan NU maupun ulama lain dari kalangan Muhammadiyah. Kehadiran para tokoh ulama tersebut tentunya mewarnai dan berdampak pada rumusan Pancasila yang Islami, yaitu Pancasila yang menampakkan ke-rahmatan lil ‘alamin ajaran Islam, bukan Pancasila yang jauh dari dan sepi dari nilai-nilai keislaman.

    Selain hal-hal di atas, hubungan Pancasila dengan ajaran Islam juga tercermin dari kelima silanya yang selaras dengan ajaran Islam. Keselarasan masing-masing sila dengan ajaran Islam, yaitu:

    1. Sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa bermakna bahwa bangsa Indonesia berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Warga negara Indonesia diberikan kebebasan untuk memilih satu kepercayaan, dari beberapa kepercayaan yang diakui oleh negara. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah hablun min Allah, yang merupakan sendi tauhid dan pengejawantahan hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu mengesakan Tuhan.[1] Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 163.

    وإلهكم إله واحد لا إله إلا هو الرحمن الرحيم
    Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.(QS. 2:163)
    Dalam kacamata Islam, Tuhan adalah Allah semata, namun dalam pandangan agama lain Tuhan adalah yang mengatur kehidupan manusia yang disembah.

    2. Sila kedua yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab bermakna bahwa bangsa Indonesia menghargai dan menghormati hak-hak yang melekat pada pribadi manusia. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah hablun min al-nas, yakni hubungan antara sesama manusia berdasarkan sikap saling menghormati. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menghormati dan menghargai sesama. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 8-9.

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (8) وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ (9)
    Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS.Al-Maidah 5:8)
    Secara luas dan menyeluruh, Allah memerintahkan kepada orang orang yang beriman, supaya berlaku adil, karena keadilan dibutuhkan dalam segala hal, untuk mencapai dan memperoleh ketenteraman, kemakmuran dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu berlaku adil adalah jalan yang terdekat untuk mencapai tujuan bertakwa kepada Allah.

    3. Sila ketiga berbunyi Persatuan Indonesia bermakna bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang satu dan bangsa yang menegara. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah ukhuwah Islamiah(persatuan sesama umat Islam) dan ukhuwah Insaniah (persatuan sesama umat manusia).[3] Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menjaga persatuan. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 103.


    واَعْتصِمُواْ بِحَبْلِ الله جَمِيْعًا وَلاَ تَفَـرَّقوُا وَاذْ كـُرُو نِعْمَتَ الله عَلَيْكُمْ إٍذْكُنْتُمْ أَعْـدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلـُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً وَكُنْتُمْ عَلىَ شَفاَ خُـفْرَةٍ مِنَ النَّاِر فَأَنْقـَدَكُمْ مِنْهَا كَذَالِكَ يُبَبِّنُ اللهُ لَكُمْ اَيَاتِهِ لَعَلـَّكُمْ تَهْـتَدُونَ ’{ال عـمران 103
    Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu maka kamu menjadi bersaudara sedangkan kamu diatas tepi jurang api neraka, maka Allah mendamaikan antara hati kamu. Demikianlah Allah menjelaskan ayat ayatnya agar kamu mendapat petunjuk”(Q.S. Ali Imron ayat 103)

    4. Sila keempat berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmad Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan bermakna bahwa dalam mengambil keputusan bersama harus dilakukan secara musyawarah yang didasari oleh hikmad kebijaksanaan.
    Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah mudzakarah (perbedaan pendapat) dan syura (musyawarah).[4] Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu selalu bersikap bijaksana dalam mengatasi permasalahan kehidupan dan selalu menekankan musyawarah untuk menyelesaikannya dalam suasana yang demokratis. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 159.

    فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (159)

    Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(QS. 3:159)

    5. Sila kelima berbunyi Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia bermakna bahwa Negara Indonesia sebagai suatu organisasi tertinggi memiliki kewajiban untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
    Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah adil. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya memerintahkan untuk selalu bersikap adil dalam segala hal, adil terhadap diri sendiri, orang lain dan alam. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat al-Nahl ayat 90.

    إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (90)

    Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.(QS. 16:90)

    Di dalam setiap arti penafsiran ayat-ayat di atas penulis mencoba menjelasakan tentang konsep dan sistem untuk lebih dalam memahami ajaran islam secara kaffah (komferensip) seperti yang tertuang dalam surat al-baqarah ayat 208.

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ(208)

    “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh besar bagi kalian.” (QS.2:208)

    Dan masih banyak lagi penjelasan yang mendasari tentang pancasila dalam pandangan keislaman bukan hanya sebatas penafsiran 5 sila tetapi lebih kedalam konteks ideologi, syariat, hukum, syasat dan sistem bernegara.Pembahasan ini tentunya berakhir kepada kesimpulan kembali kepada keyakinan kita masing-masing dan satu hal yang pasti ialah fitrah manusia yang ingin memahami sesuatu sepenuh-penuhnya sebaik-baiknya dan sedalam-dalamnya agar teks pancasila terasa kian bernyawa.

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: PANCASILA DALAM PANDANGAN KEISLAMAN Rating: 5 Reviewed By: hmikomfaktek.com
    Scroll to Top