• Latest News

    Selasa, 08 Mei 2018

    MARSINAH DAN PERJUANGAN YANG BELUM USAI


    Oleh :
    Eva Nurcahyani
    Kader HMI Komisariat Pamulang Cabang Ciputat

    Marsinah. Lahir dan tumbuh di desa Nglundo sukomoro, tanggal 10 April 1969 dan wafat pada tanggal 08 Mei 1993 pada usia 20 tahun. Marsinah berasal dari kalangan buruh tani yang kemudian dipaksa mencari pekerjaan di kota, sampai pada akhirnya ia memperoleh pekerjaan sebagai buruh di sebuah pabrik arloji, yaitu PT. Catur Putra Surya Porong-Sidoarjo. Sosoknya yang selalu dikenang oleh kaum buruh terutama buruh perempuan dan aktivis-aktivis perempuan karena kematiannya yang tragis disaat melakukan protes terhadap perusahaan tempatnya bekerja. Setelah menghilang selama tiga hari, tubuhnya ditemukan tak bernyawa dihutan dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk. Sampai saat ini kasus Marsinah masih belum menemukan kejelasan tentang siapa yang sebenarnya bertanggung jawab, dimana kasus ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional) dan dikenal sebagai kasus 1713.
    Jika kita diposisikan sebagai buruh perempuan di masa orde baru kita akan menghadapi penindasan dari dua sisi, diantaranya penindasan sebagai buruh dan sebagai perempuan. Di satu sisi, gerakan untuk melakukan kolektif dalam serikat buruh dibatasi oleh pemerintah dan kegiatan untuk memberikan tuntutan secara kolektif oleh serikat buruh seperti unjuk rasa, mogok kerja dan aksi massa lainnya dianggap sebagai kegiatan yang menjadi sandungan untuk melanggengkan kekuasaan rezim orde baru dan program-program yang ingin dijalankan rezim. Sebagai perempuan, kita juga mengalami penindasan berdasarkan gender. Dalam kondisi inilah Marsinah, seorang buruh perempuan yang berjuang, demi memperjuangkan kenaikan gaji dari Rp. 1.700 perhari menjadi Rp.2.250 perhari yang sejatinya adalah imbauan dari gubernur Jawa Timur untuk menaikan gaji pokok sebanyak 20%. Marsinah bersama dengan 18 buruh lain, merencanakan perundingan dan Marsinah berada pada garis depan untuk memimpin ratusan buruh yang melakukan demonstrasi.
    Dalam usaha untuk mencapai tuntutannya, Marsinah dan para buruh PT CPS melakukan unjuk rasa dan pemogokan kerja sebagai pendorong daya tawar mereka untuk berunding dengan pihak perusahaan. Marsinah dan buruh yang lain meyakini selama mereka tidak melumpuhkan sektor produksi perusahaan dengan tidak memberikan tenaga mereka, perusahaan tidak akan menghiraukan keinginan mereka untuk berunding, terlebih ketika aparat penegak hukum sangat berpihak kepada para pemilik modal. Tuntutan merekapun diperkuat dengan riset upah minimum disekitar daerah Sidoarjo untuk menciptakan legitimasi kenaikan upah yang mereka tuntut. Represi dihadapi oleh Marsinah dan rekan-rekannya dari berbagai pihak, baik dari pihak perusahaan sendiri maupun dari pihak Komando Distrik Militer (Kodim) setempat. Walaupun demikian, Marsinah dan buruh lainnya akhirnya berhasil membawa pihak perusahaan ke meja perundingan dan berhasil memenuhi tuntutan kenaikan upah pokok yang mereka perjuangkan. Terlebih lagi, beragam tuntutan untuk memperbaiki standar kerja seperti; cuti haid, cuti hamil, dan upah lembur juga dijanjikan dan dibicarakan kembali nanti. Dan saat itupun sejatinya perjuangan buruh PT. CPS sudah usai, dan sudah kembali bekerja setelah melakukan unjuk rasa dan mogok kerja.
    Namun ternyata perjuangan belum usai, Marsinah dan buruh sejumlah tigabelas buruh PT.CPS harus berurusan dengan kodim Sidoarjo dan memaksa mereka untuk menerima PHK. Hal ini sejatinya tidak sesuai dengan perundingan yag telah dilakukan dengan pihak perusahaan. Marsinah sendiri bukanlah satu dari tigabelas buruh yang dipanggil oleh kodim, tetapi Marsinah adalah salah satu yang menghampiri kodim untuk melihat keadaan temannya. Saat itu ternyata salah satu teman mereka yang sedang di siksa oleh aparat kodim. Berbekal surat pemanggilan kodim dan surat pernyataan oleh perusahaan pada saat perundingan Marsinah berencana kembali untuk melakukan advokasi untuk keadilan bagi rekan-rekan buruhnya. Penulis rasa, apa yang Marsinah lakukan saat itu ia pun sadari sangat mengancam keadaan dan keselamatannya. Akan tetapi Marsinah tetap memilih unuk berjuang karena solidaritas yang dianggap menjadi nilai utama dalam gerakan buruh. Perjuangan buruh tidak dapat terjadi ketika buruh hanya mementingkan kepentingannya sebagai individu diatas kepentingan kolektif. Mengabaikan ketidakadilan yang dialami rekannya saat itu akan membuat pergerakan buruh kehilangan prinsip solidaritas yang menyatukan mereka melawan penindasan yang mereka alami.
    Akan tetapi, perjuangan Marsinah harus dibayar dengan nyawa. Marsinah menghilang dan ditemukan tewas, pembunuh Marsinah sendiri sampai sekarang belum diketahui. Proses pengadilan yang menjadi isu nasional pun penuh dengan kejanggalan. Penangkapan yang dilakukan dianggap cacat hukum dan interogasi yang dilakukan terhadap petinggi PT. CPS dan komandan rayon militer dilakukan dengan pemaksaan, baju Marsinah yang menjadi barang bukti dibakar oleh pihak rumah sakit. Saksi yang menemukan jasad Marsinah tidak didatangkan ketika persidangan. Terdakwa yang kemudian divonis bersalah, akhirnya semua bebas tanpa syarat di Mahkamah Agung. Yang berarti pada dasarnya secara hukum bukti masih belum berhasil menunjukan bahwa mereka adalah pelaku pembunuhan tersebut.
    Sudah 25 tahun sejak pembunuhan Marsinah, yang berarti kasus ini sudah kadaluarsa menurut hukum. Seandainya  kasus ini dibuka kembalipun, ingatan mengenai kejadian itu perlahan mulai pupus terkikis oleh waktu. Barang bukti sudah nyaris mustahil untuk ditemukan jejaknya setelah begitu lama waktu berlalu, keadilan dan kebenaran mungkin tidak akan kita dapatkan. Namun hal itu, bukan berarti semangat Marsinah sudah tidak relevan untuk kita bawa dalam perjuangan buruh saat ini.
    MARSINAH HARI INI. Tantangan yang dialami hari ini, meski berbeda dengan yang dialami pada masa orde baru, namun memiliki pola yang mirip. Pemerintah yang menguasai instrumen kekerasan seperti wewenangan untuk memberikan dan membubarkan unjuk rasa, menggusur warga demi pembangunan infrastruktur dan mengintimidasi aktivis dengan ancaman kriminalisasi demi kepentingan pemillik modal menjadi halangan untuk buruh menyuarakan tuntutannya.
    Pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa dan perjuangan Marsinah ini yaitu kondisi kerja dan pengupahan yang layak tidak akan diberikan secara cuma-cuma oleh pemilik modal dan pemerintah. Lebih tepatnya, harga untuk sebuah hidup yang lebih baik dalam ruang kerja sangatlah mahal. Kesejahteraan dan kesetaraan itu hanya bisa muncul ketika kita memperjuangkan hal tersebut dengan segala daya tawar yang kita punya. Pemilik modal yang hanya peduli dengan keuntungan yang didapat dan dinikmati tidak akan mau berhenti menganggap buruh perempuan sebagai buruh yang tidak berharga hanya karena mereka dapat hamil, tidak peduli apakah mereka buruh-buruh perempuan yang dapat memberikan ASI Ekslusif kepada anaknya. Yang disebut buruh disini adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan ataupun kolektif dan diberikan imbalan secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak, baik lisan maupun tertulis. Apabila nasib buruh-buruh magang atau buruh disektor informal yang nyaris tak memiliki perlindungan hukum, kecuali buruh perempuan menuntut dan melawan pemilik modal untuk menghentikan perilaku diskriminatif tersebut.
    Pelajaran lain yang bisa kita ambil dari peristiwa Marsinah adalah bagaimana solidaritas buruh seharusnya memperjuangan kesejahteraan dan kesetaraan bagi kaum tertindas khususnya perempuan. Menyalakan obor Marsinah berarti mengingat dan terus mempraktekan semangat Marsinah untuk bersolidaritas memperjuangkan keadilan ditengah penindasan para buruh. Marsinah adalah perjuangan individual dan koleketif yang terus berdialog ia sebagai buruh dibawah cengkraman besi kapital bersama rekan-rekannya, dan sebagai perempuan. Sebuah semangat untuk membawa paket kesejahteraan dan kesetaraan di meja perjuangan yang sama, semangat yang akan terus menyala dan menolak padam.
    Marsinah Matimu tak sia-sia!
    Panjang Umur Perlawanan!
    Panjang Umur Perjuangan!
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: MARSINAH DAN PERJUANGAN YANG BELUM USAI Rating: 5 Reviewed By: hmikomfaktek.com
    Scroll to Top