Oleh : Yuan Farrel Syahreza
(Mahasiswa Fakultas Hukum Unsoed & Waskeum PA HMI Cabang Purwokerto)
Menjelang tahun politik, segala macam political activity mulai dari konsolidasi, berbagai macam diskursus lazim untuk dilakukan untuk ”menggagas” sosok pemimpin yang diidam-idamkan. Mulai dari wacana A sampai Z, fakta demi fakta, isu demi isu, hingga hoax yang mengemuka. Namun mereka lupa, bahwa berbicara mengenai Indonesia, berarti berbicara mengenai budaya, struktur ekonomi politik, multikulturalisme, pancasila serta konstitusi. Kelima hal dasar tersebut yang harus di “Khatam” kan untuk menggagas Indonesia yang berkelanjutan. Sebab, tak ada yang lebih mulia kecuali membela sesama, karena tugas manusia adalah memanusiakan manusia lainya.
Negara kita belum sepenuhnya merdeka, sebab apalah arti merdeka jika hutang hampir menembus 4000 Triliun. Negara kaya kok hutang. Tidak percaya Nusantara merupakan Negara kaya? Dari total luas Indonesia, 75% adalah lautan. Ditinjau dari kekayaan alam, bisa dibayangkan potensi apa saja yang ada di dalamnya : jutaan ton ikan beserta ribuan jenisnya, jutaan ton garam, jutaan liter minyak. 25% Indonesia adalah daratan. Di dalamnya terdapat emas, minyak, gas, geothermal, pasir, batu-batu alam, bauksit, tembaga, timah, tanaman obat, buah-buahan, dan hewan ternak. Dibandingkan dengan Negara-negara Eropa dan Amerika, Indonesia pasti menang dan lebih kaya-raya. Mereka tidak ada apa-apanya dibanding kita. Namun mengapa bisa mereka yang kaya, sedangkan kita yang terlunta-lunta? Mengapa kita yang punya, namun mereka yang mengelola? Mengapa kita yang memiliki, namun mereka yang menguasai?
Dahulu, demi mencari sumber daya alam dan memperkuat wilayah kewilayahan, portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, Amerika, ramai-ramai berlayar mengarungi benua. Di afrika mereka mencari emas dan pekerja. Di Asia mereka berburu minyak, batubara, besi, dan baja. Mereka memperebutkan wilayah strategis yang disebutnya pivot area. Dalam studi geopolitik, pivot area atau heartland adalah daerah kunci atau daerah jantung. Disebut jantung karena daerah ini dianggap strategis secara geografis dan subur dalam hal kekayaan alam. Logikanya dengan menguasai jantung, muaranya menguasai dunia. Apa yang mereka perebutkan itu semuanya ada di Indonesia. Dan benar saja, kita dijajah selama 350 tahun. Ralat, 423 tahun sampai dengan hari ini.
Yang berlalu, akan terus berlalu. Jika tidak ada perubahan, maka kita hanya akan menjadi budak diantara bangsa-bangsa. Terjebak dalam lingkaran investor dan hutang. Tidak ada jalan lain untuk bebas dari belenggu, sebab para founding fathers telah menyiapkan fundamen ideologi bagi ekonomi, politik dan sosial bagi kemerdekaan Indonesia yang disebutnya Pancasila, yang kemudian menjadi dasar bagi konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Soekarno menyebut UUD 1945 sebagai revolutie grondwet , sebagai dasar hukum yang revolusioner, landasan berbangsa dan bernegara. Pasal 33 UUD 1945 telah secara tegas menyatakan bahwa seluruh aset Negara yang menguasai hajat hidup banyak dikuasai oleh Negara. Namun yang terjadi sekarang aset Negara dijual dengan mudahnya dan dengan murahnya. Masih tersisa kah air matamu?
Di titik inilah kita perlu kembali mengingat sejarah sambil mengambil pelajaran darinya. Jared Diamond pernah mengatakan, “Masa lalu menawarkan kumpulan karya kaya data yang bisa kita pelajari, agar kita bisa terus berhasil.” Kita tidak pernah berhasil karena kita lupa sejarah. Teringat Sun Tzu yang pernah mengatakan bahwa untuk menaklukan sebuah bangsa, tak perlu mengirimkan ratusan ribu pasukan, cukup hapuslah kebesaran leluhur bangsa itu dari ingatan generasi mudanya. Cukup kita melupakan sejarah, baca bukumu, jangan mau dijajah. Jangan bangga dengan prestasi Negara dengan indeks membaca ke 60 dari 61 negara.
Sebab itu carilah pemimpin bangsa yang tidak hobby menunggangi bangsanya, menipu rakyatnya, melupakan sejarahnya, dan mengkhianati konstitusinya. sudah cukup kita menghidupi Negara lain, saatnya mengurusi Negara sendiri. Sudah cukup bertingkah dan meributkan soal agama mana yang benar, ingat! Tuhan tidak beragama, oleh sebab itu bunyinya “berkeTuhanan YME”, bukan “berkeAgamaan YME”. Disaat Negara lain memikirkan caranya untuk bulan madu di planet lain, kita masih memikirkan bagaimana mendapat sesuap nasi untuk esok hari. Sungguh sebuah ironi.
0 komentar:
Posting Komentar