• Latest News

    Rabu, 02 November 2016

    Si Aku, Kalian, dan Saya dalam Pembuktian Negeri Fatamorgana

    Membongkar arti hidup satu persatu telah menjadi kegiatan mainstream yang dilakukan oleh setiap manusia yang telah mengetahui posisi hidupnya di dunia, bongkar pasang jati diri telah menjadi mekanis dari behavioral approach kekinian disatu sisi menjamah rana mainstreamnya dan sisilain menolak kekinian dengan alasan jati diri.
    Begitupun aku, aku dalam arti tulisan ini ialah seorang manusia kacangan yang terpaksa menggunakan otaknya secara berlebihan, disebut proposional namun enggan menjawab. Ia pernah berfikir tentang suatu definisi bahwa bumi ini ialah sebuah ilusi semata, pancaran dari wujud lain yang sama persis menyerupai, ala dunia sophie yang yang membuat orang seakan-akan lebih bijak lima menit kemudian setelah membaca dan kembali lagi seperti semula satu jam berikutnya.
    Ia juga pernah memikirkan tentang sebuah perdaban dari era tikam menikam, manusia menjadi serigala bagi sesamanya sampai kepada era saling fitnah di didunia dunia maya(ilusi didalam ilusi) sempitnya ia mengartikan seperti itu.
    Si aku takhayal seperti manusia lazim abad ini yang mencoba untuk hidup layaknya teks aksiologi, kontruksi yang ia bangun sendiri untuk menghadapi fenomena kekinian yang dianggapnya sebagai kecelakaan berfikir manusia,baju yang dulu dibuat senyaman dan sesopan mungkin kini dibentuk agar terlihat lebih menarik, menurutnya menarik untuk diperkosa dengan sadar dari kedua subjek.
    Ia kadang prihatin melihat panorama pemerkosaan sambil tertawa-tawa, menurut si aku bahwa hal tersebut sebuah kausalitas tindakan, berfikir dengan aksiloginya si aku terkadang diam sebagai kaum terpelajar, sedikit kutipan yang pernah ia baca dalam goresan mas Pram “wahai kaum terpelajar apa yang telah kau berikan untuk kehidupan ini?”
    ia hanya diam dan berkomentar sambil menyesali ulasan kalimat tersebut, sambil berkata “seharusnya aku tak membaca kalimat pada bagian ini”. Cambukan lewat kalimat meyakinkannya bahwa dunia ini tak seutuhnya fatamorgana, sampai pada Tuhan yang nantinya akan membuktikan dengan judul kiamat.
    Sinergi yang terus ia upayakan dari dunia buku terhadap realitas kembali ia paparkan dalam bentuk tulisan ia menilai tak ada yang sia-sia walaupun itu hanya sebatas tulisan, verba volland scripta manent begitulah pembelaannya dari pada tidak melakukan apapun.
    Hirarki permasalahan pun melulu ia pikirkan, masalah sosial tingkat elite yang bernama korupsi sampai kekelas yang paling bawah dengan nama busung lapar, namun menurutnya manusia yang tak mengalami hal yang berjudul busung lapar masih mampu melakukan tindakan hedon di Negara yang dijejali dengan beribu masalah, menalaah bidang sosial membuatnya semakin menangis dalam tulisan, sudah tidak perlu kita mengandalkan pemerintah,
    negeri ini diciptakan untuk orang-orang yang sadar saja, orang-orang yang mampu membersihkan judul-judul yang membuat sakit hati, mata, dan fikiran. Korupsi bagaikan sebuah potensi untuk menunjukan eksistensi dalam kreativitas, berkreasi dalam bidang ini selain menguntungkan kemudian terkenal, sesat berfikir apalagi yang terjadi di Negeri ini.
    Si aku pada akhirnya hanya menangis, bagai orang yang bergelimang dosa ia mengangkat kedua tangan dan memohon ampun kepada Sang Kausa Prima, seraya iya berkata dalam doanya “Kapan orang-orang baik akan berkumpul untuk diberi kesempatan ya Tuhan”, berkali-kali ia mengucapkan kata-kata itu.
    Namun korelasi ikhtiar dan berdoa ialah sabar, ia berdiri dan tertunnduk seraya berkata “tak ada yang sia-sia” ternyata Tuhan belum mencemooh usahanya, Tuhan masih memberikan ia kesempatan lagi dan lagi dalam bentuk nafas dan akal kemudia hati sebagai filter dari tiap tindakannya.
    Si Aku kembali melanjutkan perjuangan dan usahanya, kata menyerah dan bingung tak lagi pernah terlintas dalam tiap judul pergerakannya, memang kita tidak akan mampu menghentikan hujan, namun hujan takan mampu menghentikan semangat kita, begitulah ucapannya disetiap sela-sela kajian sebelum aksi.

    oleh : Adam Alfian
            (Kader HMI Pamulang)
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Si Aku, Kalian, dan Saya dalam Pembuktian Negeri Fatamorgana Rating: 5 Reviewed By: hmikomfaktek.com
    Scroll to Top