• Latest News

    Rabu, 02 November 2016

    Konstitusi Dalam Tinjauan Sejarah



    Konstitusi Dalam Tinjauan Sejarah
    Oleh : Ahmad Priatna (Kader HMI Pamulang )

    Sejak zaman yunani purba istilah konstitusi telah dikenal, hanya konstitusi itu masih diartikan materil, karena konstitusi itu belum diletakan dalam suatu naskah yang tertulis. Ini dapat dibuktikan dalam faham Aristoteles yang membedakan istilah pollitea dan nomoi. Politea diartikan sebagai konstitusi, sedangkan nomoi adalah Undang-undang biasa. Di antara kedua istilah tersebut terdapat perbedaan yaitu bahwa politea mengandung kekuasaan yang lebih tinggi dari pada nomoi, karena politea mempunyai kekuasaan membentuk sedangkan pada nomoi kekuasaan itu tidak ada, karena ini merupakan materi yang harus dibentuk agar supaya tidak bercerai-berai.

    Dalam kebudayaan yunani istilah konstitusi itu berhubungan erat dengan ucapan Resblica constituere. Dari sebutan ini lahirlah semboyan yang berbunyi “Prinsep Legibus Sootus est, Salus Publica Suprema Lex”, yang artinya Rajalah yang berhak menentukan organisasi/struktur dari pada negara, oleh karena ia adalah satu-satunya pembuat Undang-undang.
    Pada abad pertengahan sudah dikenal orang tentang konstitusi, tetapi dengan sebutan lain. Dalam abad menengah timbul suatu aliran yang disebut monarchomachen, yaitu suatu aliran yang membenci kekuasaan raja yang mutlak. Untuk memcegah agar raja tidak berbuat sewenang-wenang maka golongan ini menghendaki suatu perjanjian dengan raja. Aliran ini terutama terdiri dari golongan Calvinis yang menuntut pertanggung jawaban raja dan jika perlu raja bisa dipecat dan dibunuh.
    Perjanjian antara rakyat dengan raja dalam kedudukan masing-masing yang sama tinggi dan sama rendah menghasilkan suatu naskah yang disebut “Leges Fundamentalis”. Dalam Leges Fundamentalis ini ditetapkan hak dan kewajiban masing-masing fihak. Dari sini nampak lambat laun dalam perkembangan sejarah, bahwa perjanjian-perjanjia antara rakyat dan fihak yang memerintah mulai dinaskahkan. Adapun tujuannya untuk memudahkan para fihak dalam menuntut haknya masing-masing, serta mengingatkan mereka pada kewajiban yang harus diakukan dan yang paing penting ialah orang tidak melupakannya, karena pejanjian itu di tulis.
    Sering dalam buku pelajaran dan anggapan umum bahwa pengertian konstitusi sama dengan Undang-undang Dasar. Pendapat ini adaah keliru, sebab pengertian konstitusi adalah jauh lebih luas dari Undang-undang Dasar. Pengertian tersebut di atas oleh Herman Heller dalam bukunya Verfassunglehre (ajaran tentang konstitusi). Ia membagi konstitusi itu dalam tiga tingkat yaitu:
    1.    Konstitusi sebagai pengertian sosial poitik
    Pada pengertian yang pertama ini konstitusi belum merupakan pengertian hukum, ia baru mencerminkan keadaan sosial politik suatu bangsa itu sendiri. Di sini pengertian hukum adalah sekunder, yang primer adalah bangunan-bangunan masyrakat atau political decission. Bangunan-bangunan ini adalah keputusan masyarakat sendiri, misalnya siapa yang menjadi kepala suku, pembantu, dan sebagainya.

     
    2.   Konstitusi sebagai pengertian hukum (refhtsfervassung)
    Pada pengertian yang kedua ini, keputusan-keputusan masyarakat tadi dijadikan suatu perumusan yang normatif, yang kemudian harus beraku (gehoren). Pengertian politik diartikan sebagai eine seine yaitu suatu kenyataan yang harus berlaku dan diberikan suatu sanksi kalau hal tersebut dilanggar. Dalam hal ini kita bisa mengambil contoh pada tingkat pertama seperti yang telah dikemukakan di atas misalnya sifat tukar-menukar dalam perdagangan kemudian di jadikan jual beli, sewa-menyewa. Dalam bentuk yang kedua ini kemudian mengandung pengertian-pengertian hukum (rechtsfervassung). Rechtsfervassung ini ini tidak selalu tertulis, misalnya hukum adat. Di sini kita melihat apa yang disebut abstraksi (kontruksi), yaitu suatu cara dalam ilmu pengetahuan hukum untuk menarik unsur-unsur hukum dari kenyataan sosial yang kemudian yang kemudian di jadikan perumusan-perumusan hukum.
    3.    Konstitusi sebagai suatu  peraturan hukum
    Pengertian yang ketiga ini, adalah suatu peraturan hukum yang tertulis. Dengan demikian Undang-undang dasar adalah salah satu bagian dari konstitusi dan bukan sebagai penyamaan pengertian menurut anggapan-anggapan sebelumnya. Penyamaan pengertian adalah pendapat yang keliru, dan apabila ada penyamaan pengertian maka ini adalah akibat pengaruh dari aliran kodifikasi (aliran modern).
    Adapun bentuk-bentuk konstitusi Menurut Prof. K.C Wheare, bentuk dari konstitusi dapat dibagi dua, yaitu: Tertulis dan Tidak tertuis.
    1.    Konstitusi Tertulis adalah konstitusi yang diletakkan dalam suatu naskah tertentu. Ada beberapa keuntungan konstitusi, yaitu :
    ·         Organisasi Negara itu dapat terjamin, dalam arti tidak berubah sewaktu-waktu jadi tidak tunduk kepada kehendak orang tertentu.
    ·         Adanya pedoman tertentu untuk perkembangan lebih lanjud. Misalnya pada suautu pasal atau bab, sehingga prkambangan biasa dikembalikan pada norma tertentu.
    2.    Konstitusi Tidak Tertulis, adalah konstitusi yang tidak diletakkan dalam suatu naskah tertentu. Namun ada pula beberapa kelemahan tidak adanya naskah (konstitusi tidak tertulis). Misalnya dalam menentukan siapa yang berwenang menentukan bahwa kebiasaan yang baru dalam masyarakat yang merupakan hokum yang baru. Karena tidak adanya naskah tertentu, bagaimana kita dapat mengetahui adanya keadaan yang baru yang bertentangan dengan naskah itu. Di inggris hal ini dipecahkan dalam memberi wewenang pada parlemen yang disebut omnipotence, yaitu wewenang tertinggi disegala hal pada parlemen.

    Adanya sifat-sifat Fleksibel dan Rigid adalah sifat dari Konstitusi, yang dalam bahasa indonesia dapat di terjemahkan dengan luwes dan kaku. Fleksibel ataupun Rigidnya suatu suatu konstitusi tergantung tiga hal, yaitu:
    1.    Mudah atau tidak mudah diubah
    2.    Mudah dan tidak dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat
    3.    Tergantung kekuatan yang nyata, yang ada dalam masyarakat
    Adapun konstitusi di lihat fungsinya, maka Konstitusi dapat dibagi dua yaitu:
    1.    Membagi kekuasaan dalam negara
    2.    Membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara
    Bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggap sebagai organisasi kekuasaan maka konstitusi dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi di antara beberapa lembaga kenegaraan, misalnya antara badan legislatif, badan eksekutif, dan badan yudikatif. Konstitusi menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan itu bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain serta merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam negara.
    Referensi:
    1.Ilmu Negara (M.Kusnaedi & Prof. Bintan R. Sargih, MA)
    2.Hukum Tata Negara Indonesia (M.Kusnardi, SH & Harmaili Ibrahim, SH)
    3.Pendidikan Pancasila (Dr. Kaelan MS)
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Konstitusi Dalam Tinjauan Sejarah Rating: 5 Reviewed By: hmikomfaktek.com
    Scroll to Top