• Latest News

    Minggu, 30 Agustus 2015

    Redupnya Generasi Perubahan

    Redupnya Generasi Perubahan oleh Fajatul Azmi
    Redupya Generasi Perubahan
    Ruang publik kita belakangan ini tumbuh dengan pergunjingan seputar Pilkada serentak dan calon kepala daerah ditiap masing-masing. Seolah-olah, tak ada yang lebih penting dan lebih bernilai di Republik ini secara umum dan daerah secara khususnya, kecuali menjadi seorang kepala daerah. Benarkah transformasi daerah ke arah yang lebih baik bisa dilakukan hanya dengan memilih seseorang kepala daerah?

    Kharisma dan kebaikan seseorang bisa membawa perubahan besar dalam politik, transformasi suatu masyarakat lebih dari sekadar kebaikan pribadi. Ada begitu banyak orang baik yang terjun ke gelanggang politik, dan membentuk partai politik dan berhasil duduk di lembaga legistlatif, eksekutif maupun yudikatif. Tetapi, di dalam proses belajar kolektif dan institusi kolektif yang buruk, kumpulan orang-orang baik itu bukan mewarnai keadaan, tetapi malahan dilumat keadaan.

    Dengan demikian, yang diperlukan bukan sekadar kualitas kebaikan perseorangan, tapi juga kemampuan politik untuk menginvestasikan kebaikan/kharisma perseorangan ini kedalam kebaikan/kharisma institusi dengan mempertautkan diri ke dalam suatu entitas kolektif yang secara koheren dan serempak membentuk generasi transformatif yang bergerak kompak memperjuangkan agenda bersama.

    Generasi yang saya maksud adalah bukan kesamaan dalam rentang usia, pertentangan masyarakat ataupun pemberontakan masyarakat, melainkan oleh kesamaan pengalaman historis. Sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Ron Eyerman, “Konsepsi sosiologis mengenai generasi mengimplikasikan lebih dari sekadar terlahir pada masa yang hampir sama. Konsepsi itu menyatakan sebuah kesamaan pengalaman sehingga menciptakan sebuah dasar bagi cara pandang yang sama, orientasi tujuan yang sama, sehingga bisa mempersatukan para pelaku, bahkan meskipun mereka tak pernah saling bertemu... dan terutama sekali jika seseorang memiliki karakteristik-karakteristik yang sama dengan yang lain, seperti kesamaan dalam latar belakang sosial dan juga tata nilai”.

     Dalam pandangan Karl Manheim, sebuah generasi membentuk identitas kolektifnya dari sekumpulan pengalaman yang sama, yang melahirkan “sebuah identitas dalam cara-cara merespons dan rasa keterikatan tertentu dalam suatu cara dimana semua anggotanya bergerak dengan dan terbentuk oleh kesamaan pengalaman-pengalaman mereka”.

    Distorsi-distorsi saat ini belum menemukan “budaya tanding” dari generasi perubahan yang mampu mempertautkan kekuatan atau kerumunan itu ke dalam suatu blok historis. Konsepsi “blok historis” ini lahir dari pemahaman Gramsci bahwa momen politik dalam proses pembentukan kehendak kolektif bisa dipecah menjadi tiga tahap.

    Momen pertama dan yang paling primitif disebut sebagai tahap “koorporatif ekonomis”. Pada tahap ini, para anggota dari kategori yang sama menunjukan rasa solidaritas tertentu terhadap satu sama lain, tetapi tidak terhadap mereka yang termasuk dalam kategori-kategori yang lain, meski dalam satu kelas. Momen yang kedua ialah momen ketika semua anggota dari sebuah kelas sosial memiliki solidaritas kepentingan-kepentingan yang sama, tetapi masih semata-mata dalam medan ekonomi.

    Momen ketiga, yang disebut Gramsci sebagai fase yang sepenuhnya politik, menandai berlangsungnya transendensi melampaui batas-batas korporasi kelas yang semata-mata bersifat ekonomis, serta terbentuknya sebuah koalisi yang lebih luas yang menjangkau kepentingan-kepentingan kelompok lain yang juga sama-sama mengalami keprihatinan. Momen ini juga menandai suatu lintasan pergerakan yang menentukan dari ranah struktur menuju ranah suprastruktur yang kompleks.

    Gramsci menggunakan istilah blok historis untuk melukiskan kesatuan struktur dan suprastruktur yang pertautan ide dan nilainya dianut bersama oleh sejumlah sektor sosial ke dalam suatu generasi perubahan dibawah kepemimpinan moral-intelektual.

    Sekuat apapun kebaikan perseorangan tak akan membawa perubahan besar dalam suatu masyarakat yang ditandai oleh hilangnya generasi perubahan. Oleh karena itu, para kaum muda harus berhenti latah mengikuti genderang nyanyian kemapanan yang terus menerus menggunjingkan seputar calon kepala daerah. Lebih baik mengambil inisiatif untuk mengajak berbagai elemen untuk duduk bersama, membincangkan agenda bersama, lantas membangun jaringan konektivitas gugus aktivis lintas daerah untuk membentuk generasi transformasi yang mengembang agenda bersama.  

    oleh: Fahatul Azmi
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    2 komentar:

    1. @romlie: memang yg di maksud dg istilah generasi, tp saya lebih cenderung menamakan nya dg ruang penyadaran. Sbg contoh, ben anderson dalam Imagine Comunity mengatakab bahwa nasionalisme indonesia tumbuh ketika banyak poster2 kemerdekaan terpasang dijalan. Penyadaran ketika itu lewat visual, tp dg hari ini, penyadaran mencoba dituangkan dg cara kesamaan historis

      BalasHapus

    Item Reviewed: Redupnya Generasi Perubahan Rating: 5 Reviewed By: hmikomfaktek.com
    Scroll to Top