sumber : Google |
Realitas sosial melulu menggambarkan pelbagai
fenomena yang berbenturan dengan norma-norma sosial(KeIndonesiaan), dapat pula
dikatakan dampak dari ketidak selarasan antara super ego dan ide yang
yang menurut Sigmun Freud dapat mengakibatkan sebuah halusinasi dan
implementasi yang luar biasa. Hegemoni barat dalam segala hal tidak hanya dalam
pergolakan pemikiran, gaya hidup turut menjalar yang pada nyatanya kurang cocok
untuk diterapkan secara utuh di negeri ini. Sederhana bila kita memandang
kemajuan bangsa barat melalui pemikirannya bukan karena gaya hidupnya,
interprestasi secara tidak sadar yang mengakibatkan gaya hidup seperti mereka
bagai ombak yang datang terus-menerus. Metodelogi yang mereka ciptakan untuk
memajukan intelektual bangsanya dapat dikatakan telah menuai keberhasilan,
namun gaya hidup yang liberal merupakan sebuah paham yang terbentuk dari
individualisme menekankan kebebasan, individualis yang tergabung dalam satu koloni
itulah yang melahirkan liberalisme, bukan tanpa campur tangan negara ataupun
melepas norma-norma sosial akan tetapi lebih kepada sebuah penyesuaian dari
situasi dan kondisi yang berlangsung.
Meneropong Indonesia hari ini tak lepas dari rana
hegomoni barat, dalam kancah ilmu dan pengetahuan penulis menganggap hal
tersebut sah-sah saja dapat kita akui bersama mereka mampu merasionalkan segala
bentuk pemikiran. Namun sekali lagi penulis menekankan ini bukanlah bentuk
westernisasi atau kebarat-baratan, Nur Cholis Majid turut menyumbangkan
pemikiran terkait sekularisme yang menurutnya merupakan sebuah penempatan
segala hal dalam bentuk ilmu pengetahuan dan bukan adopsi gaya hidup
kebarat-baratan(westernisasi). Merayakan globalisasi bagi kalangan intelektual
ialah telah terbukanya jendela dunia demi melakukan sebuah perbandingan dan
pembuktian dalam rana epistemologi yang melahirkan istilah alternatif, namun
tidak dengan norma-norma yang terkandung didalamnya, akan terlalu panjang dan
mendalam bila kita membahasnya dalam tulisan ini yang pada intinya kita
bertanya apa itu norma? Mengapa harus ada norma? Tanpa penjabaran hal tersebut
mampu terjawab dengan sebuah pengalaman(empiris). Sejatinya sebuah ideologi
difungsikan sebagai simbol jati diri bagi individu yang hidup dalam suatu
negara tanpa melupakan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dan itulah yang
disebut super culture oleh Prof. Selo Soermardjan dalam suatu Negara.
Implikasi sederhana kembali diutarakan oleh Prof.
Kaelan terkait pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan sebuah
kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia yang
menimbulkan tekad bagi dirinya untuk mewujudkannya dalam sikap tingkah laku dan
perbuatannya. Nilai-nilai tersebut merupakan buah hasil pikiran dan gagasan
dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik, terciptanya tata
nilai yang mendukung tata kehidupan sosial dan tata kehdupan kerohanian bangsa
yang memberi corak, watak dan ciri masyarakat dan bangsa Indonesia yang
membedakannya dengan bangsa lain. Kenyataan yang demikian ini merupakan suatu
kenyataan objektif yang disebut sebagai JATI DIRI BANGSA INDONESIA.
Pancasila bukan sekedar gabungan Sembilan huruf
semata lalu diangkat menjadi sebagai dasar negara, namun Pancasila turut mampu
menjadi sebuah staatfundamentalnorm,
mampu pula menjadi sebagai dasar falsafah negara, sekaligus menjadi identitas
jati diri bangsa. Kaitannya ialah Pancasila mampu memiliki the top position karena fleksibelitasnya. Begitupun bila kita
tempatkan sebagai filter bagi kuatnya arus westernisasi, bila berpatokan norma
agama sebagai tolak ukurnya dalam Pancasila itu pun telah termuat, lalu apabila
tolak ukur tersebut ialah kemanusiaan itupun terlah termuat. Kemudian Pancasila
tidak menutup atau mengekang adanya suatu universalitas bagi bangsa Indonesia
karena pada dasarnya manusia akan terus berkembang sejalan dengan hakikat
manusia yang selalu dinamis tidak statis, yang senantiasa ingin terus
memperbaiki dan memperbaharui taraf kehidupannya.
Maka tempatkanlah Pancasila sebagai sebuah tolak
ukur dalam menjalankan kehidupan, bukanlah kita mengesampingkan norma agama,
Pancasila sudah mengutarakan terlebih dahulu konsep tuhan dan barulah terkait
hubungan antar manusia yang berada dibawahnya. Anutlah gaya hidup yang berketuhanan,
yang Prikemanusiaan, yang Berkesatuan, yang Berkerakyatan dan berKeadilan untuk
mengabsahkan sebuah jati diri bangsa Indonesia, tanpa harus terjalar oleh
hegemoni gaya hidup barat! Itulah konsepsi yang lahir bukan dari blok timur dan
blok barat, tetapi lahir dari rahim bangsa Indonesia. Jadilah bangsa yang
besar, bangsa yang disegani karena pemikiran dan perilaku serta kecintaannya
terhadap tanah air. Bangkit Pemuda, Bangkit Indonesia,
Oleh:
Adam Alfian
MARI BERSAMA KEMBALIKAN
KEDAULATAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA SECARA NYATA!
DIRGAHAYU
REPUBLIK INDONESIA Ke – 71, MERDEKA SELAMANYA!
Sumber:
Kaelan,
2002, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia, Paradigma, Yogyakarta.
Notonagoro,
1974, Pancasila Dasar Falsafah Negara,
Pantjuran Tudjuh, Jakarta.
Soelaiman,
Munandar, M, 1987, Ilmu Budaya Dasar,
P.T. Eresco, Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar