• Latest News

    Sabtu, 03 September 2016

    SEBUAH REFLEKSI REAKTUALISASI DASAR FALSAFAH NEGARA





    sumber : Google
    Realitas sosial melulu menggambarkan pelbagai fenomena yang berbenturan dengan norma-norma sosial(KeIndonesiaan), dapat pula dikatakan dampak dari ketidak selarasan antara super ego dan ide yang yang menurut Sigmun Freud dapat mengakibatkan sebuah halusinasi dan implementasi yang luar biasa. Hegemoni barat dalam segala hal tidak hanya dalam pergolakan pemikiran, gaya hidup turut menjalar yang pada nyatanya kurang cocok untuk diterapkan secara utuh di negeri ini. Sederhana bila kita memandang kemajuan bangsa barat melalui pemikirannya bukan karena gaya hidupnya, interprestasi secara tidak sadar yang mengakibatkan gaya hidup seperti mereka bagai ombak yang datang terus-menerus. Metodelogi yang mereka ciptakan untuk memajukan intelektual bangsanya dapat dikatakan telah menuai keberhasilan, namun gaya hidup yang liberal merupakan sebuah paham yang terbentuk dari individualisme menekankan kebebasan, individualis yang tergabung dalam satu koloni itulah yang melahirkan liberalisme, bukan tanpa campur tangan negara ataupun melepas norma-norma sosial akan tetapi lebih kepada sebuah penyesuaian dari situasi dan kondisi yang berlangsung.
    Meneropong Indonesia hari ini tak lepas dari rana hegomoni barat, dalam kancah ilmu dan pengetahuan penulis menganggap hal tersebut sah-sah saja dapat kita akui bersama mereka mampu merasionalkan segala bentuk pemikiran. Namun sekali lagi penulis menekankan ini bukanlah bentuk westernisasi atau kebarat-baratan, Nur Cholis Majid turut menyumbangkan pemikiran terkait sekularisme yang menurutnya merupakan sebuah penempatan segala hal dalam bentuk ilmu pengetahuan dan bukan adopsi gaya hidup kebarat-baratan(westernisasi). Merayakan globalisasi bagi kalangan intelektual ialah telah terbukanya jendela dunia demi melakukan sebuah perbandingan dan pembuktian dalam rana epistemologi yang melahirkan istilah alternatif, namun tidak dengan norma-norma yang terkandung didalamnya, akan terlalu panjang dan mendalam bila kita membahasnya dalam tulisan ini yang pada intinya kita bertanya apa itu norma? Mengapa harus ada norma? Tanpa penjabaran hal tersebut mampu terjawab dengan sebuah pengalaman(empiris). Sejatinya sebuah ideologi difungsikan sebagai simbol jati diri bagi individu yang hidup dalam suatu negara tanpa melupakan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dan itulah yang disebut super culture oleh Prof. Selo Soermardjan dalam suatu Negara.
    Implikasi sederhana kembali diutarakan oleh Prof. Kaelan terkait pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan sebuah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia yang menimbulkan tekad bagi dirinya untuk mewujudkannya dalam sikap tingkah laku dan perbuatannya. Nilai-nilai tersebut merupakan buah hasil pikiran dan gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik, terciptanya tata nilai yang mendukung tata kehidupan sosial dan tata kehdupan kerohanian bangsa yang memberi corak, watak dan ciri masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain. Kenyataan yang demikian ini merupakan suatu kenyataan objektif yang disebut sebagai JATI DIRI BANGSA INDONESIA.
    Pancasila bukan sekedar gabungan Sembilan huruf semata lalu diangkat menjadi sebagai dasar negara, namun Pancasila turut mampu menjadi sebuah staatfundamentalnorm, mampu pula menjadi sebagai dasar falsafah negara, sekaligus menjadi identitas jati diri bangsa. Kaitannya ialah Pancasila mampu memiliki the top position karena fleksibelitasnya. Begitupun bila kita tempatkan sebagai filter bagi kuatnya arus westernisasi, bila berpatokan norma agama sebagai tolak ukurnya dalam Pancasila itu pun telah termuat, lalu apabila tolak ukur tersebut ialah kemanusiaan itupun terlah termuat. Kemudian Pancasila tidak menutup atau mengekang adanya suatu universalitas bagi bangsa Indonesia karena pada dasarnya manusia akan terus berkembang sejalan dengan hakikat manusia yang selalu dinamis tidak statis, yang senantiasa ingin terus memperbaiki dan memperbaharui taraf kehidupannya.
    Maka tempatkanlah Pancasila sebagai sebuah tolak ukur dalam menjalankan kehidupan, bukanlah kita mengesampingkan norma agama, Pancasila sudah mengutarakan terlebih dahulu konsep tuhan dan barulah terkait hubungan antar manusia yang berada dibawahnya. Anutlah gaya hidup yang berketuhanan, yang Prikemanusiaan, yang Berkesatuan, yang Berkerakyatan dan berKeadilan untuk mengabsahkan sebuah jati diri bangsa Indonesia, tanpa harus terjalar oleh hegemoni gaya hidup barat! Itulah konsepsi yang lahir bukan dari blok timur dan blok barat, tetapi lahir dari rahim bangsa Indonesia. Jadilah bangsa yang besar, bangsa yang disegani karena pemikiran dan perilaku serta kecintaannya terhadap tanah air. Bangkit Pemuda, Bangkit Indonesia,
    Oleh: Adam Alfian

    MARI BERSAMA KEMBALIKAN KEDAULATAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA SECARA NYATA!
    DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA Ke – 71, MERDEKA SELAMANYA!

    Sumber:
    Kaelan, 2002, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Paradigma, Yogyakarta.
    Notonagoro, 1974, Pancasila Dasar Falsafah Negara, Pantjuran Tudjuh, Jakarta.
    Soelaiman, Munandar, M, 1987, Ilmu Budaya Dasar, P.T. Eresco, Bandung.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: SEBUAH REFLEKSI REAKTUALISASI DASAR FALSAFAH NEGARA Rating: 5 Reviewed By: hmikomfaktek.com
    Scroll to Top