Rosyana Novitasari (Ketum Kohati) |
TANGERANGNEWS.com-Terjadinya rentetan kasus kekerasan terhadap anak di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dinilai telah mencoreng predikat yang diraih kota ini sebagai Kota Layak Anak yang diterima dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2015 yang lalu.
Selain itu, penghargaan lainnya pernah diterima Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany, diantaranya penghargaan Prahita Eka Praya (APE) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2014. Airin juga mendapat penghargaan kota layak anak dan perempuan terbaik dari Sindo Weekly Goverment Award 2017. Berbagai penghargaan yang sudah diterima pun dianggap aktivis Mahasiswa Korps HMI-WAti Pamulang tidak sesuai dengan kondisi yang ada. Desakan melakukan evaluasi terhadap predikat dan penghargaan yang sudah diterima Tangsel dianggap penting untuk segera dilakukan.
Rosyana Novitasari, Ketua Umum Korps HMI-WAti Pamulang mencatat dalam kurun waktu 2013 sampai 2016, terjadi 167 kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kota Tangsel. Kasus serupa kembali terjadi di periode Maret sampai April 2017, diperiode ini, 7 kasus pengaduan pelecehan seksual terhadap anak tercatat di Polres Tangsel.
Selain itu, penghargaan lainnya pernah diterima Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany, diantaranya penghargaan Prahita Eka Praya (APE) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2014. Airin juga mendapat penghargaan kota layak anak dan perempuan terbaik dari Sindo Weekly Goverment Award 2017. Berbagai penghargaan yang sudah diterima pun dianggap aktivis Mahasiswa Korps HMI-WAti Pamulang tidak sesuai dengan kondisi yang ada. Desakan melakukan evaluasi terhadap predikat dan penghargaan yang sudah diterima Tangsel dianggap penting untuk segera dilakukan.
Rosyana Novitasari, Ketua Umum Korps HMI-WAti Pamulang mencatat dalam kurun waktu 2013 sampai 2016, terjadi 167 kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kota Tangsel. Kasus serupa kembali terjadi di periode Maret sampai April 2017, diperiode ini, 7 kasus pengaduan pelecehan seksual terhadap anak tercatat di Polres Tangsel.
"Dengan adanya rentetan kasus tersebut, dimana peran Pemkot Tangsel dalam upaya mengembangkan Kota Layak Anak?. Predikat tersebut kini hanya menjadi prestasi dengan penilaian nol karena kurangnya pemenuhan hak anak yang dibuktikan dengan adanya kasus yang menjadikan anak sebagai korban pelecehan seksual," ungkapnya, Rabu (17/5/2017).
Rentetan kasus kekerasan terhadap anak juga dinilai tidak sesuai dengan upaya Wali Kota Tangerang yang sudah membentuk Satgas Perlindungan anak sejak tahun 2013 yang lalu."Satgas tersebut seolah mati suri, konon anggotanya mencapai 108 orang dan 540 relawan sampai tingkat RW. Bahkan saat ini tidak lagi terdengar program dan gerakannya," tambahnya
Atas berbagai peristiwa kekerasan yang terjadi terhadap anak tersebut, pihaknya mempertanyakan acuan penilaian dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan yang telah memberikan penghargaan kepada Kota Tangsel sebagai kota layak anak.
"Kami meminta Kemenetrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak untuk menjelaskan indikator apakah yang digunakan, karena Kementerian negara tersebut harus bekerja secara profesional dan mempertanggungjawabkan atas apa yang telah diputuskan," tegasnya.
Pihaknya juga meminta Pemkot Tangsel untuk fokus pada pemenuhan hak anak sebagaimana tertuang dalam 31 indikator Kota Layak Anak menurut hasil Konferensi Internasional Kota Layak Anak se-Asia Pasifik, tidak hanya sekedar melakukan upaya pencitraan sebagai kota layak anak namun kasus kekerasan terhadap anak terus terjadi.
http://tangerangnews.com/tangsel/read/20335/Dapat-Predikat-Kota-Layak-Anak-Mahasiswa-Tangsel-Menggugat-Kementerian
0 komentar:
Posting Komentar