• Latest News

    Minggu, 25 Januari 2015

    Posisi Apapun Kita Harus Tetap Berpijak Pada Nilai Dasar Perjuangan

    Majelis Nasional KAHMI Moh. Mahfud MD
    Bertempat di Ruang Puri Ratna Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Kamis (22/1/2015) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) menyelenggarakan silaturahmi nasional tokoh-tokoh KAHMI lintas politik dan profesi.
    Kegiatan bertajuk "Silaturahmi KAHMI untuk Bangsa" tersebut dihadiri Wapres Jusuf Kalla yang juga Ketua Majelis Etik KAHMI, Ketua Majelis Penasehat  Golkar Akbar Tanjung, Ketua Majelis Pakar La Ode Kamaluddin,  beberapa ketua lembaga negara, beberapa menteri, dan anggota DPR dan DPD dari KAHMI.
    Berikut Pidato Lengkap Pembukaan Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI Prof Dr Moh Mahfud MD:

    Assalamu Alaikum Wr. Wrb.

    Yth. Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia Bpk. Yusuf Kalla. Yth. Ketua MPR RI Bpk Zulkifli Hasan, Bapak Ketua DPD RI Bpk Irman Gusman, Ketua BPK RI Harry Azhar azis, dan pimpinan lembaga negara.
    Yth. Para Menteri Kabinet Kerja, para anggota DPR-RI, para Aanggota DPD RI, para Gubernur, para Bupati/Walikota, Pimpinan DPRD.
    Yth. Para Pengurus Wilayah dan Daerah KAHMI serta adik-adik PB-HMI.

    Pertama-tama saya mengajak kita semua bersyukur ke hadhirat Allah yang telah memberi karunia sehat dan afiat kepada kita sehingga kita berkumpul untuk sambung rasa dan silaturrahim antar sesama warga KAHMI dari berbagai lintas politik dan profesi. Kesyukuran ini semakin terasa penting karena ternyata Indonesia, tempat kita berkhidzmah bagi kesejahteraan masyarakat masih terus selamat dalam gerakan dinamis meskipun harus melalui turbulensi politik yang kadangkala mendebarkan.
    Pertemuan silaturrahim ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk membangun sinergitas warga KAHMI ke dalam satu tujuan meskipun dalam pilihan-pilihan dan perahu politik serta profesi yang berbeda-beda Pertemuan ini penting untuk menegaskan bahwa “idealisme” HMI sebagai pencetak insan cita, yakni insan akademis yang pencipta dan pengabdi dalam rangka khidzmah kepada Indonesia yang dirahmati oleh Allah sebagai pemilik dan pemberi rahmat bagi seluruh alam harus terus dibangun secara bersama, tak peduli apa pun perahu politik atau kendaraan organisasi yang kita pakai. Saya ingin mengambil iktibar dari sikap Panglima perang Khalid ibn Walid ketika tiba-tiba harus berhenti sebagai panglima perang dan menjadi serdadu biasa.
    Khalid ibn Walid adalah seorang sahabat Nabi yang menjadi panglima dalam beberapa peperangan seperti Perang Muktah, Perang Yarmuk, dan sebagainya. Sepanjang kariernya sebagai panglima tak sekalipun pasukan yang dipimpin oleh Khalid ibn Walid kalah. Tentara yang jumlahnya hanya belasan ribu mampu mengalahkan 200 ribu tentara musuh dalam peperangan-peperangan yang sangat menegangkan dan memesonakan. Karena keperkasaannya dalam memimpin perang, Khalid ibn Walid oleh Rasulullah dijujuluki sebagai Pedang Allah (saifullah).
    Tetapi ketika Khalid berada pada pretasi puncak dengan penuh sinar gemilang, saat ekspansi Islam ke Yaman dan bagi tentara Islam kemenangan sudah tinggal selangkah lagi, khalifah Umar ibn Khaththab tiba-tiba memberhentikan Khalid dari jabatannya sebagai panglima perang. Umar sendiri sebenarnya adalah pengagum Khalid ibn Walid sehingga dia pernah mengatakan bahwa takkan pernah ada seorang Ibu yang bisa melahirkan anak seperkasa Khalid, seorang pejuang yang tak pernah bisa tidur dan membuat orang tidak bisa tidur untuk selalu berjuang. Tetapi Umar khawatir terjadi kultus terhadap Khalid ibn Walid karena setiap orang meyakini setiap perang yang dipanglimai oleh Khalid pasti menang sehingga dia memutuskan memberhentikan Khalid ibn Walid.

    Begitu banyak mujahid dan kaum muslimin yang kecewa terhadap Umar atas pemberhentian Khalid itu. Tetapi Khalid ibn Walid sang Pedang Allah, berkata dengan tegar, “Saya berperang bukan untuk Umar, Saya berperang untuk Allah. Oleh sebab itu, jadi panglima atau jadi serdadu biasa saya akan tetap berjuang di jalan Allah. Khalid pun terus berperang sebagai serdadu biasa, membawa panji-panji Islam untuk meratakan sinar Islam sebagai agama yang lurus, penyebar rahmat bagi seluruh alam”.

    Saudara-saudara warga KAHMI, iktibar yang bisa diambil dari episode Khalid ibn Walid tersebut adalah: pada posisi apa pun kita berada hendaklah tetap berpijak pada nilai dasar perjuangan. Kalaulah ada di antara kita yang merasa gagal karena kemenangan atau karena kekalahan seseorang dalam kontes politik, misalnya dalam Pileg dan Pilpres kemarin, maka kita harus konsisten dan berkata dengan gagah, seperti yang dikatakan oleh Khalid, “Saya berjuang bukan untuk Jokowi-Jk” atau yang lain bisa mengatakan, “Saya berjuang bukan untuk Prabowo-Hatta” tapi kita berjuang untuk Indonesia. Berjuang untuk Indonesia artinya mendukung pemimpin yang telah dipilih oleh rakyat Indonesia. Siapa pun yang menang atau yang kalah haruslah diterima sebagai kewajaran dalam proses politik yang demokratis dan kita akan terus berjuang melalui posisi masing-masing karena sebenarnya tujuan kita sama yakni “Indonesia yang sejahtera di bawah sinar Islam sebagai rahmatan lil alamien”.
    Dengan demikian, kita tidak perlu bermusuhan, masing-masing kita harus menjadi Khalid ibn Walid untuk bangsa dan negara, harus terus fokus pada tujuan membangun kesejahteraan bagi rakyat Indonesia sebagai tujuan konstitusional. Oleh karena tujuan konstitusional kita dalam bernegara sudah jelas, dan sejalan pula dengan jiwa dan tujuan HMI, maka berangkat dari posisi mana pun asalkan kita konsisten dan istiqamah dengan tujuan itu maka hasilnya akan baik bagi Indonesia. Kita tidak harus berkumpul di satu lingkaran melainkan bisa berada di lingkaran dan jalan yang berbeda-beda tetapi dengan titik tujuan yang sama: kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.

    Pertemuan silaturrahim ini dimakdsudkan untuk menyatukan kesamaan ide dan suasana batin di antara kita yang berbeda-beda posisi itu. Marilah memperkuat kalimatun sawa (visi dan langkah-langkah yang disamakan arahnya ke tujuan yang sama) melalui pintu-pintu eksekutif, legislatif, yudikatif, auditif, kons ultatif, ormas, LSM, perkumpulan, paguyuban dan lain-lain. Yang berjuang di lingkungan eksekutif bekerjalah habis-habisan agar lembaga eksekutif sukses di dalam tugas-tugas konstitusionalnya. Begitu pun yang ada lembaga legislatif atau lebaga lain, bekerjalah secara lurus dan istiqamah tanpa kenal lelah agar lembaga yang digelutinya sukses pula meraih tujuan-tujuan konstitusional kita. Semuanya harus berangkat dari idealisme HMI untuk menuju idealisme HMI pula yakni “Indonesia sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur (Negara yang maju di bawah ampunan Tuhan), bukan Indonesia serbagai baldatun sayyi’atun wa rabbun rujuum (Negara yang buruk di bawah kutukan Tuhan).

    Tugas-tugas ke HMI-an (kini ke-KAHMI-an) untuk membangun insan akademis, pencipta dan pengabdi bagi Indonesia sangatlah luas, tak terbatas apada soal-soal politik seperti yang saya sampaikan di atas. Itulah sebabnya pada malam ini MN-KAHMI meluncurkan pula “Gerakan Wakaf” yang akan didedikasikan pada upaya membangun lembaga pendidikan (ambisinya, membangun universitas) dan pelayanan kesehatan (ambisinya, membangun rumah sakit) dengan harapan dapat digelindingkan oleh seluruh warga KAHMI demi khidzmah bagi keIndonesiaan dan Keislaman yang terajut dalam ikatan kebangsaan yang kokoh. Tentu kami sudah menyiapkan segala mekanisme pengelolaan yang ketat, termasuk transparansi dan cara-cara pengawasannya agar tidak bisa disdalahgunakan oleh siapapun.
    Selamat bersilaturrahim dan saling sambung rasa antar warga KAHMI.
    Billahittaufiq Wal Hidayah,
    Wassalamu'alaikum Wr. Wb.



    Jakarta, 22 Januari 2015
    Majelis Nasional KAHMI
    Presidium



    Moh. Mahfud MD
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Posisi Apapun Kita Harus Tetap Berpijak Pada Nilai Dasar Perjuangan Rating: 5 Reviewed By: hmikomfaktek.com
    Scroll to Top